Pandemi global telah membawa perubahan radikal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi salah satu bidang yang paling merasakan dampaknya, memicu adaptasi dan revitalisasi metode pembelajaran secara masif. Artikel ini akan mengupas bagaimana Pendidikan Agama pasca-pandemi beradaptasi dengan kenormalan baru, serta upaya revitalisasi yang dilakukan untuk memastikan kualitas pembelajaran tetap terjaga dan relevan bagi generasi mendatang.
Selama pandemi, pembelajaran PAI, seperti mata pelajaran lainnya, beralih ke format daring. Hal ini memunculkan tantangan, terutama terkait akses internet, kepemilikan perangkat, dan kemampuan adaptasi guru serta siswa terhadap teknologi. Namun, di sisi lain, transisi ini juga mempercepat adopsi teknologi dalam Pendidikan Agama, membuka peluang inovasi yang sebelumnya belum banyak dieksplorasi.
Pasca-pandemi, tren pembelajaran hybrid atau bauran menjadi semakin populer, mengintegrasikan metode tatap muka dengan daring. Ini adalah bentuk adaptasi yang mencoba menggabungkan keunggulan dari kedua pendekatan. Misalnya, materi yang bersifat teoritis atau pengenalan konsep bisa disampaikan secara daring melalui video atau modul interaktif, sementara praktik ibadah atau diskusi mendalam dilakukan secara tatap muka. Kementerian Agama Republik Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, telah mengeluarkan panduan fleksibel untuk implementasi kurikulum PAI pasca-pandemi, yang berlaku sejak Januari 2025.
Revitalisasi metode pembelajaran PAI juga mencakup penekanan pada aspek karakter dan akhlak. Selama pandemi, banyak nilai-nilai seperti empati, tolong-menolong, dan kesabaran menjadi lebih relevan. Oleh karena itu, kurikulum PAI kini lebih menekankan pembelajaran berbasis proyek atau studi kasus yang memungkinkan siswa mengamalkan nilai-nilai agama dalam konteks kehidupan nyata. Sebagai contoh, pada hari Kamis, 22 Mei 2025, sebuah workshop daring bertema “Pembelajaran PAI Berbasis Akhlak di Era Pasca-Pandemi” diselenggarakan untuk 7.000 guru PAI di seluruh Indonesia, difokuskan pada metode pengajaran yang membangun karakter resilient dan adaptif.
Selain itu, peran guru PAI juga direvitalisasi menjadi fasilitator dan motivator, bukan hanya penyampai ilmu. Mereka didorong untuk lebih kreatif dalam menggunakan media pembelajaran digital dan merancang aktivitas yang menumbuhkan minat belajar siswa. Data dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama per 31 Maret 2025 menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi digital guru PAI pasca-pandemi telah mencapai 75% dari target awal.
Dengan adaptasi dan revitalisasi yang berkelanjutan, Pendidikan Agama Islam pasca-pandemi diharapkan akan semakin berkualitas, mampu mencetak generasi Muslim yang tidak hanya cerdas spiritual dan intelektual, tetapi juga tangguh, moderat, dan siap menghadapi berbagai tantangan zaman.